- 8 Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi Saat ke Bali - November 2, 2023
- Inspirasi Pendidik dari Cara Pak Kyai Mengajar - October 23, 2023
- Tantangan Spanduk 3 Detik, Sudah Tahu? - October 18, 2023

Sore itu selepas shalat Ashar di Masjid dekat kantor saya celingukan kanan kiri. Mencari sepasang sendal butut yang sebenarnya jika diperhatikan, panjang sebelah kanan dan kiri berbeda. Sungguh. Jika tidak percaya boleh mampir kantor dan saya perlihatkan sendalnya.
Sendal ini juga sebenarnya malah berbeda warna di kanan dan kirinya. Sebelah kanan biru dan sebelah kiri hijau. Mengapa? Saya juga tidak tahu brader. Sudah lama tersedia di deket tempat duduk saya.
Kembali ke kejadian saya yang clingak clinguk. Saya ingat betul posisi sepasang sendal tersebut yang parkir di sebelahnya kantor satpam. Meskipun sendal swalow biru ini adalah sendal sejuta umat yang jika hilang, ya sudah pasrah.
Tapi ini uniknya. Saat saya berclinguk ria, di depan saya tepat ada orang yang berbaju coklat sedang duduk manis. Mungkin karena mendengar saya ngocah-ngoceh mencari sendal. Kira-kira ia berseloroh begini, “Cari sendal ya? Tadi saya pakai sebentar disana!”. Tanpa melihat saya, tanpa minta maaf dan sekaligus tanpa matursuwun. What!!
Saya sih sebenarnya biasa saja. Kalau hilang ya nyeker (baca: bertelanjang kaki) kembali ke kantor. Tetapi, entah mengapa dengan achicut (baca: attitude) yang mohon maaf, agak ngeselin sukses bikin saya nyengir sekaligus muncul perasaan aneh di dada. Apakah ini …..c i n t ….husshhh!
Kelakuan pria berkaos cokelat yang saya sendiri juga tidak bertanya siapa namanya dan nomer sepatunya berapa, membuat saya pulang manggut-manggut lalu bertanya dalam hati, “Apa saya pernah juga melakukan hal sama ya? Minjem gak pake ngomong2. Anak pondok bilangnya “ng-ghosob”.
Seringnya, mungkin kita juga melakukan hal yang serupa namun tak sama. Lalai mengucapkan, “mohon maaf”, “permisi”, “terima kasih”, “monggo”, “tolong” dll. Kata-kata ajaib ini kadang atau bahkan sering dilupakan. Lebih ekstrimnya lagi seperti kejadian saya. Udah pinjem sendal gak bilang, gak minta maaf, gak matursuwun..wahhh, lengkap!
Oke mungkin saya agak lebai ya? Ah, enggak juga kan? Meskipun kejadian ini dilakukan 1 orang saya pun tidak bisa menjadikan ini sebagai acuan untuk men-generalisir semua atau sebagian dari kita begitu.
Pesan penting yang ingin saya sampaikan adalah jangan sampai seperti mas-mas baju coklat tadi. Jangan sampai anak didik kita melakukan hal serupa, bahkan kalau bisa sebaliknya bukan? Kebiasaan mengcapkan kata tolong, maaf, terima kasih, patutnya tetap menjadi kurikulum kita dan menjadi menu wajib untuk diingatkan kepada nak-kanak yang ada di kelas kita atau nak-kanak yang ada dirumah. Benull??