- 8 Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi Saat ke Bali - November 2, 2023
- Inspirasi Pendidik dari Cara Pak Kyai Mengajar - October 23, 2023
- Tantangan Spanduk 3 Detik, Sudah Tahu? - October 18, 2023
Pada hari Ahad pagi tanggal 16 Juni 2019 pertemuan ini diadakan. Pertemuan yang rutin dilaksanakan di kediaman Dr. HC. Ir. Abdul Kadir Baraja setiap setelah lebaran. Forum Silaturahmi ini kali ini dihadiri oleh beberapa tokoh cendekiawan Islam dan perwakilan lembaga dakwah serta lembaga penyaluran infak dan zakat.
Pada pertemuan ini ada 4 pembicara yang memaparkan ‘kuliah’ singkat berserta pandangan-pandangan terhadap pendidikan Islam yang ada di Indonesia khususnya di Jawa Timur. Mulai dari Dr. HC. Ir. Abdul Kadir Baraja, Prof. Dr. Mukhlas Samani, M.Pd (Mantan Rektor UNESA), Prof. Dr. Ir. Mochamad Ashari, M.Eng (Rektor ITS) dan Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES. Ph.D (Mantan Rektor ITS).
Di awal pertemuan, Pak Abdul Kadir menyampaikan 3 pertanyaan yang menjadi concern beliau yakni:
Apakah lembaga fokus sudah pada output dan outcome?
Apakah sudah mencapai target output dan outcome dicanangkan/ditetapkan?
Apakah output dan outcome punya andil dalam perubahan dakwah?
Setelah itu beliau menyampaikan beberapa data statistik pendidikan di Jawa Timur diantaranya yang berhasil saya catat adalah sebagai berikut:
- Ada 3.394 SMA di Jawa Timur dan sebanyak 22,6% Sekolah Menengah Atas Islam di Surabaya mempunyai indeks mutu baik yang didasarkan pada raihan nilai Akreditasi.
- Rangking 10 sekolah swasta terbaik di Jatim, 1 dari Sekolah Islam dan 9 diantaranya Sekolah Swasta Non Islam.
- Data Kemendikbud 2015, Indeks Integritas UN (Kejujuran dan Prestasi UN) menunjukkan Ranking 1 dan 2 dari Sekolah Katholik. Indeks terbawah diraih Sekolah Islam.
Anda bisa membayangkan secara umum bagaimana kualitas pendidikan yang terjadi di Indonesia dan Jawa Timur. Dari data di atas, calon mahasiswa yg masuk di PTN dan PTS terbaik didominasi oleh siswa non muslim dan di masa depan, tenaga profesional akan dipenuhi oleh mereka. Dari Indeks Integritaspun kita pantas mengelus dada karena Sekolah Islam berada di urutan terbawah.
Bagaimana caranya? Kuncinya terletak pada KOLABORASI. Sedangkan tumpuan fokusnya pada tingkat dasar yakni di PAUD dan SD. Beliau melanjutkan, Sekolah seharusnya mengajarkan moral (akhlak) dan kompetensi. Padahal moral (akhlak) tidak bisa diajarkan, namun di contohkan. Hanya guru-guru bermoral (berakhlak) yang mampu mencetak para siswa dan alumni yang bermoral (berakhlak) pula.
Contoh sederhananya adalah saat barang di sekolah tidak ada yang hilang (barang yang tertinggal/ketinggalan). Ini salah satu indikator sekolah berhasil menanamkan karakter kejujuran. Sekolah adalah entitas lembaga pendidikan bangsa. Kualitas bangsa bisa dilihat dari kualitas sekolah (baca: pendidikan). Seharusnya, sekolah peka terhadap agenda besar bangsa yang salah satunya adalah memberantas korupsi.
Fakta yang terjadi sekarang di dunia pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah Islam adalah kita sendiri tidak bahagia ketika melihat orang lain (baca: sekolah lain) sukses dan bahagia. Kita enggan melakukan kolaborasi. Padahal, dakwah itu simfoni. Indah tatkala saling menguatkan dan bersinergi atau berkolaborasi.
Saat kita tidak ikut menjadi agen perubah karakter. Sesungguhnya kita adalah penyumbang ‘racun’ kepada bangsa kita sendiri. Keacuhan kita dalam memprioritaskan akhlak menjadi penyebab utama sumbangsih ‘racun’ selama ini.
To be continued…