Organisasi Minim Inovasi, Mengapa & Bagaimana?

Bang Ridlo
Latest posts by Bang Ridlo (see all)

Menurut istilah, inovasi berarti segala hal yang baru atau pembaharuan. Ada juga yang menyebut dengan penemuan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan discovery dan invention, karena ditemukannya sesuatu yang baru, baik dalam arti rekayasa atau yang betul-betul baru karena tidak ada sebelumnya.

Era disrupsi dan VUCA menuntut semua organisasi untuk melakukan inovasi. Inovasi yang dilahirkan bertujuan untuk tetap di jalur perkembangan organisasi yang dipenuhi tantangan yang dipenuhi ketidakpastian.

Menurut Peter Drucker, inovasi adalah perubahan sosial yang bisa dinyatakan dalam empat dimensi yaitu: proses kreatif, adanya perubahan, mengarah kepada pembaharuan dan memiliki nilai tambah.

Untuk menjadi organisasi yang inovatif tidak mudah. Ada 3 hal yang bisa membuat inovasi menjadi tidak terjadi karena terdapat penolakan dan hambatan lainnya menurut Satori & Wahyudin yaitu sebagai berikut:

  1. Mental Block Barriers, hambatan yang ditimbulkan oleh sikap mental seperti salah persepsi, takut gagal, tidak mau ambil resiko, malas dan sebagainya.
  2. Cultural Block, yaitu hambatan budaya yang sudah mengakar dan sulit diubah
  3. Social Block, yaitu hambatan dari faktor sosial seperti ras, agama, primodialisme, status sosial dan sebagainya.

Sebagai organisasi yang berkomitmen untuk tumbuh dan berkembang, setidaknya organisasi yang kita pimpin menjadi organisasi yang mempunyai budaya inovasi yang baik.

Menurut Forbes untuk menciptakan budaya dan lingkungan inovatif di organisasi ada tujuh langkah yang bisa dilakukan yaitu:

1. Menetapkan target yang Jelas

Hasil yang jelas berarti hasil yang bisa diukur. Syarat bisa diukur adalah ada satuan ukurannya. Contohnya Motorola menetapkan target mengurangi waktu untuk penyelesaian laporan akhir tahun dari 6 minggu menjadi 4 hari.

2. Penugasan yang sesuai dengan minat dan menimbulkan tantangan positif

Saat orang-orang yang ada di organisasi menemukan pekerjaan yang meaningful,  mereka akan mendapatkan suntikan motivasi yang sangat besar. Tim yang termotivasi dengan baik serta konsisten akan memberikan dampak feedback yang sangat baik pada sistem untuk berkontribusi inovasi. Bagaimana cara membuat pekerjaan menjadi meaningful? Beri pekerjaan yang sesuai dengan individu mereka. Ada yang menyebutnya sesuai passion.

3. Sistem komunikasi terbuka.

Langkah ketiga dalam membangun kultur inovasi adalah menciptakan sistem komunikasi yang terbuka yang memfasilitasi pertukaran ide, koordinasi dan saling berkolaborasi tanpa adanya sekat-sekat birokrasi yang rumit dan berbelit-belit. Untuk membangun sistem komunikasi yang terbuka ini diperlukan hubungan yang sangat baik antar individu, terutama antara pimpinan dan yang dipimpin. Hubungan yang baik dan terciptanya kondisi yang nyaman, akan menciptakan ruang untuk berinovasi (Carmelli, Brueller, & Dutton, 2008).

4. Umpan balik yang sering, positif dan saling mendukung

Inovasi jarang terjadi secara tiba-tiba. Ia lahir dari sekumpulan observasi kecil, kombinasi beberapa ide, dan uji coba kecil-kecil yang dilakukan serta diberikan umpan balik yang cukup. Proses umpan balik ini seperti siklus yag dilakukan berulang-ulang. Mendesain-Membangun-Ujicoba-Analisis (Thomke: 2003).

5. Pengakuan dan penghargaan yang adil

Untuk menciptakan kultur inovatif di dalam organisasi kita yang dimulai dengan penetapan tujuan yang jelas, maka sangat diperlukan pengakuan dan penghargaan atas setiap proses yang telah dilaksanakan, meskipun hasilnya masih belum terlihat dengan jelas dan terkadang belum positif. Penghargaan sederhana berupa pemberian waktu yang cukup saat pelaksanaan tugas, memberikan waktu bebas kerja, menawarkan kompensasi relevan kepada siapapun yang memberikan ide inovasi.

Salah satu contoh, Tucker dan Edmonson (2003) menemukan bahwa para perawat kehilangan rata-rata 33 menit tiap shift dengan melakukan pekerjaan yang tidak terlalu penting. Beberapa perubahan kecil dan sederhana, bisa menyelesaikan masalah tetapi mereka ditekan untuk produktif sekaligus tidak ada waktu untuk berinovasi.

6. Birokrasi yang sederhana

Alur yang berbelit-belit, prosedur yang rumit dan tidak konsisten membuat keran inovasi terhambat. Orang-orang kreatif dan inovatif sangat tidak nyaman dengan birokrasi yang rumit dan sulit. Alur atau SOP yang tidak efisien bahkan bisa membuat orang-orang ‘malas’ berinteraksi dengan organisasi kita. Bahkan bisa berpindah ke organisasi lain. Era disrupsi dan IoT, pelayanan yang cepat, ringkas, tidak berbelit-belit adalah sebab terpilihnya organisasi/perusahaan.

7. Kolaborasi yang saling mendukung

Faktor terakhir untuk mendorong inovasi adalah kolaborasi yang mendukung lintas tim, unit, dan divisi. Para peneliti menemukan bahwa, ketika kedua perusahaan dalam suatu kemitraan lebih melakukan kolaborasi, akan menciptakan inovasi yang lebih banyak (Davis & Eisenhardt, 2011).

Nah, dari tujuh hal yang bisa kita upayakan untuk menciptakan budaya dan linkungan inovatif sudah berapa yang kita implementasikan di organisasi kita?

Hal mendasar yang perlu juga kita perhatikan, adalah membudayakan Plan-Do-Check-Action dalam organisasi yang ditopang oleh kejelasan SOP (Standart Operation Procedure).

Siklus PDCA yang dilakukan rutin, akan menciptakan peluang-peluang inovasi. Jika inovasi lahir tanpa adanya siklus PDCA yang dilakukan secara rutin, organisasi akan menjadi letih atau mengalami fatigue mengimplementasi inovasi-inovasi yang muncul.

Bagaimana menurut anda?

Referensi:
Amabile, T. (2011). How to kill creativity. In S. Johnson (Ed.).  The innovator’s cookbook: Essentials for Inventing What is Next. New York: Riverhead Books, pp. 38-63.
Amabile, T., Basade, S., Mueller, J., & Staw, B. (2005). Affect and creativity at work. Administrative Science Quarterly, 50, 367-403.
Amabile, T. M., & Pratt, M. G. (2016). The dynamic componential model of creativity and innovation in organizations: Making progress, making meaning. Research in Organizational Behavior.
Barry, D., & Meisiek, S. (2014). Discovering the business studio. Journal of Management Education, 1-23.
Carmeli, A., Brueller, D., & Dutton, J. E. (2009). Learning behaviours in the workplace: The role of high-quality interpersonal relationships and psychological safety. System Research and Behavioral Science 26, 81-98.
Davis, D. P., & Eisenhardt, K. M. (2011). Rotating leadership and collaborative innovation: Recombination processes in symbiotic relationships. Administrative Science Quarterly, 56(2), 159-201. doi: 10.1177/0001839211428131.
Thompson, K. R., Hochwater, W. A., & Mathys, N. J. (1997). Stretch targets: What makes them effective? Academy of Management Executive, 11(3), 48-60.
Tucker, A., & Edmondson, A. (2003). Why hospitals don’t learn from failures: Organizational and psychological dynamics that inhibit system change. California Management Review, 45(2).
Thomke, S. (2003). Experimentation and learning. In Experimentation Matters: Unlocking new technologies for innovation. Boston: Harvard Business School Press, pp. 89-128.
0

Share on:

Leave a Comment